Selasa, 17 Oktober 2017

Perilaku kebohongan publik



      Perilaku kebohongan publik dalam berbagai tingkatan serius semakin meruyak dalam masyarakat. Kebohongan publik yang bersifat ringan. seperti plagiat atau menjiplak, hingga bohong tingkat berat, seperti suap dan korupsi, dinilai semakin masif. Kebohongan yang berakibat fatal bagi orang lain dan masyarakat itu dipandang publik sudah dalam kondisi sangat parah (50,7 persen) dan kondisi parah (43,1 persen). Di ranah peradilan, di mana seorang hakim menjadi benteng terakhir penegakan hukum, ternyata juga semakin banyak terpapar oleh kasus suap perkara. Kasus terkini adalah penang' kapan Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono dalam kasus suap perkara banding oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

     Sejak KPK berdiri tahun 2003, tercatat sudah 17 hakim di bawah Mahkamah Agung yang terjerat masalah hukum di komisi antirasuah. Tak hanya itu, kasus suap juga menimpa Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu. Akil Mochtar, dan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Hal ini menunjukkan lembaga peradilan rawan kasus penyuapan yang bertujuan meringankan atau melepaskan diri dari perkara.

      Kasus tersebut beririsan de» ngan dunia politik karena hakim Sudiwardono' diduga menerima suap dari politisi Partai Golkar, Aditya Anugrah Moha, untuk mengamankan perkara banding Marlina Moha Siahaan, yang merupakan ibunda Aditya. Marlina menjabat Bupati Bolaang Mongondow selama dua periode, yakni 2001-2006 dan 2006-2011.


      Penangkapan secara beruntun terhadap hakim oleh KPK selama beberapa tahun terakhir
menunjukkan bahwa sumpah yang dilakukan saat pelantikan jabatan tak mampu menahan iming-iming materi. Padahal. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) secara jelas mengatur hal-hal apa saja yang dilarang dilakukan hakim.
Perilaku hakim yang diatur Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial antara lain berperilaku adil, jujur, arif, dan bijaksana; bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan bersikap profesional.

      Ranah akademik pun tidak luput dilanda praktik kebohongan publik meski dalam kategori yang lebih ringan daripada para koruptor. Kebohongan publik yang baru-baru ini viral di media sosial dilakukan Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral Technische Universiteit Delit di Belanda. Dia mengklaim menjalani post-doctoral sekaligus menjadi asisten profesor TU Delft meski faktanya, Dwi baru menjalani masa doktoral dan bukan asisten profesor TU Delft
Dwi juga mengaku tengah mendalami penelitian satellite technology and rocket development atau pengembangan roket dan teknologi satelit, padahal topik penelitian doktoralnya yang sebenarnya adalah bidang intelligent systems, khususnya virtual reality atau realitas virtual. Kebohongan semacam ini dalam masyarakat mudah dilakukan untuk mencapai tujuan dengan cara instan.
Suber: kompas.com


Tidak ada komentar:

#